Friday, August 29, 2008

KEPEMIMPINAN ERA BARU


Isu kepemimpinan telah menjadi salah satu topik yang paling banyak diperbincangkan sepanjang sejarah. Mulai dari pemimpin militer atau politik (e.g: Napoleon, Mohammad Hatta) hingga pemimpin gerakan sosial (e.g: Martin Luther King, Mother Teresa, Mahatma Gandhi). Dari aneka model kepemimpinan yang ditampilkan dalam sejarah, saya terkesan dengan kepemimpinan Mohammad Hatta. Untuk konteks Indonesia yang pluralis, model pemimpin yang mampu “mengolah perbedaan menjadi harmoni” merupakan suatu keperluan.

Umumnya manusia sulit hidup dengan hal-hal yang berlawanan. Orang sering berpikir bahwa harus ada satu yang benar di antara dua hal bertentangan. Manusia umumnya tidak gampang untuk menerima suatu paradoks (dua hal berbeda/bertentangan tapi benar keduanya, atau masing-masing ada benarnya). Makanya banyak orang lebih berpihak ke kanan atau ke kiri, hitam atau putih (tidak ada abu-abu). Pola pikir ini dikuasai oleh tirani “atau”. Tirani “atau” mendesak orang untuk percaya bahwa keputusan haruslah memilih A atau B, bukan keduanya.

Berbeda dari paradigma di atas, Hatta memperkenalkan model kepemimpinan yang memuat kemampuan untuk hidup dengan paradoks. Bagaimana seseorang bisa menjadi etis dan politis pada saat bersamaan? Bagaimana seseorang dapat bersikap sensitif terhadap orang lain dan sekaligus disiplin dan bertekad kuat untuk melakukan perubahan? Bagaimana seseorang dapat memberikan perhatian ke detail dan sekaligus mempertahankan dan mengejar kemungkinan yang belum jelas benar? Bagaimana seseorang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus terus berinovasi? Kontradiksi-kontradiksi ini memunculkan syarat utama dari kepemimpinan berperforma tinggi yang handal dalam memadukan elemen trensformasional dan transaksional. Collin & Porras, dalam buku spektakuler “Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies”, melukiskan paradoks ini dengan ungkapan menolak “Tirani ATAU”, dan mengembangkan “Genius DAN”.

Dengan paradigma “genius DAN”, seorang pemimpin akan menciptakan keseimbangan dan dapat mengatasi paradoks antara memimpin dan mengelola, antara berjuang untuk restrukturisasi sekaligus juga mengelola secara efisien keseharian dalam cara yang teratur. Di tengah perubahan lingkungan yang semakin global, seorang pemimpin transformasional berani mengubah status quo, dengan memberikan visi untuk masa depan dan ikhlas meluangkan waktu untuk menyebarkan visi tersebut kepada orang lain. Dengan berbagai visi, seorang pemimpin memperjelas masa sekarang, menjelaskan bagaimana masa lalu mempengaruhi masa kini, dan meningkatkan pandangan akan masa depan.

Ia adalah-seperti yang dikatakan Hatta- orang yang berani membuat terobosan (breakthrough). Ketika memandang suatu realitas, ia memandang hingga hakekat. Ia dapat memilah apa yang merupakan kesejatian dari sesuatu dalam apa yang tampak bagi mata. Ia bukanlah orang yang cenderung ikut arus, takut berinovasi, dan lebih memilih untuk menempuh jalan yang pernah dilalui (follow the same path). Sadar bahwa pemimpin bukanlah orang pertama dan satu-satunya di dunia, ia membutuhkan kebersamaan. Agar talentanya efektif, ia harus memberdayakan (bukan memperdaya) orang lain. Dengan melakukan hal baik, ia akan mendapatkan hal yang baik pula. Seperti yang dikatakan Confusius (filsuf Cina), “Manusia luhur adalah dia yang ketika mengembangkan dirinya, mengembangkan orang lain.”

Seorang pemimpin seperti ini akan masuk ke dalam jiwa dan pikiran orang lain, serta oleh karenanya, meningkatkan kreativitas orang lain agar lebih bersemangat berjuang demi hasil akhir bersama yang lebih baik.

Memasuki dunia yang semakin global, saat ini banyak perusahaan menghadapi kondisi baru yang seringkali mendorong organisasi dan karyawan terlibat dalam arah strategik yang bertentangan pada waktu bersamaan. Seringkali terdengar bahwa organisasi di dunia global kerap dihadapkan pada pilihan dilematis antara efisiensi dengan inovasi, tujuan laba dengan non-laba, inti ideologi yang relatif tetap dengan perubahan, manajemen inti perusahaan dengan manajemen perubahan, investasi jangka panjang dengan jangka pendek, integrasi dengan responsivitas, dan lain sebagainya. Mantan eksekutif puncak ABB, Percy Barnevik menegaskan: “Kami ingin menjadi global dan lokal, besar dan kecil, terdesentralisasi dan pelaporan dan control yang terpusat. Bila kami dapat mengatasi kontradiksi ini, maka kami dapat menciptakan keunggulan organisasi yang sebenarnya.”

Pemimpin era baru yang global harus memaksimalkan kedua dimensi yang bertentangan; mencapai integrasi global seraya tetap responsif terhadap lingkungan sekitar. Melawan tiran ATAU dan merangkul genius DAN. Pendekatan baru terfokus pada proses manajemen, bukannya pada struktur dan prosedur organisasi. Dan kunci untuk mencari tahu proses itu berada dalam paradigma pemimpin dan orang-orang yang berada dalam organisasi.

"Jika Anda inginkan perubahan kecil dalam hidup Anda, ubahlah perilaku Anda. Jika inginkan perubahan besar, ubahlah paradigma Anda," kata Stephen Covey.


Lianto

No comments: