Friday, August 15, 2008

Apa itu "Strategi"?



Saya sangat terkesan dengan artikel Michael Porter berjudul “What is Strategy?” yang dimuat dalam Harvard Business Review, Nov-Des 1996. Awalnya saya bermaksud meringkas artikel hampir 20 hlm tersebut dalam tulisan ini. Namun saya mengalami kesulitan untuk meringkas tulisan Porter, karena tidak ada bagian yang pantas dibuang. Setiap pikiran Porter dalam artikel tersebut sedemikian penting sehingga jika dibuat suatu resume singkat, Anda hanya akan kebagian subjudul dan atau suatu glossary yang memuat entri-entri berdiri sendiri. Mungkin di lain kesempatan akan dicoba menerjemahkannya untuk Anda. Rencana membuat resume berubah menjadi penuangan pikiran seorang pemula di ranah managemen strategis untuk melimpahkan aneka pikiran berkaitan dengan idiom yang problematis ini: STRATEGI!

Problematika Idiom “Strategi”
Istilah “strategi” tidak asing dalam percakapan sehari-hari. Kita mempunyai pengertian tersendiri ketika membaca kata ini dalam sebuah tulisan atau mendengarnya dari percakapan seseorang. Kita juga bisa memakai istilah ini tatkala berbicara kepada orang lain. Intinya, istilah ini sangat populis. Yang agak membingungkan, istilah strategi biasanya tidak dibedakan dari “siasat” atau “taktik”. Kata “strategi” sering digunakan tatkala orang mau memaksudkan “siasat” atau “kiat”. Dalam buku terbarunya,  The Execution Premium: Linking Strategy to Operations for Competitive Advantage, Kaplan & Norton memilah dua hal ini dengan jelas seraya memadukannya menjadi dua unsur yang menghasilkan power yang digdaya. Strategi dan operasi (taktik) adalah dua hal yang sama-sama penting namun berbeda. Untuk menunjukkan perbedaan dan perlunya integrasi dua hal tersebut, Kaplan dan Norton membuka buku barunya itu dengan kutipan dari The Art of War, karya Sun Tzu: "Strategy without tactics is the long road to victory; tactics without strategy is the noise before defeat."

Di antara para pakar bisnis rupanya tidak memiliki kesepakatan mengenai definisi istilah ini. Tidak adanya kesepakatan istilah ini seringkali menimbulkan tanda tanya tentang ide dan keluasan yang dicakup. Problematika terminologi ini muncul karena istilah “strategi” itu sendiri bersifat multidimensional. Hal ini mengindikasikan perlunya penyamaan persepsi awal ketika mencerap gagasan tertentu mengenai strategi. Tidak adanya konsensus mengenai istilah ini tidak mengurangi kebutuhan akan adanya strategi dalam dunia usaha. Untuk memahami kandungan dalam istilah “strategi”, kita bisa menyimak dimensi apa saja yang termaktub di dalamnya. Berikut ini saya bagikan pelbagai isi strategi dalam pelbagai konteks yang multidimensional itu. Semoga uraian ini dapat membentuk pemahaman yang lebih holistik ketika kita mendengar atau memakai istilah “strategi”.

*Strategi sebagai penentu tujuan jangka panjang, program kerja, dan alokasi sumberdaya.
Dalam dimensi ini, strategi merupakan cara untuk secara eksplisit menentukan tujuan jangka panjang, sasaran-sasaran organisasi, program kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, dan alokasi sumberdaya yang diperlukan.

*Strategi sebagai penentu aspek keunggulan organisasi. Di sini strategi dijadikan power yang efektif untuk menentukan segmentasi produk dan pasar. Segmentasi itu mencakup baik penentuan customer maupun pengenalan tentang competitor yang dihadapi.

*Strategi sebagai penentu tugas manajerial. Dimensi ini memperlihatkan tiga perspektif organisasi sebagai korporasi, bisnis, dan fungsi-fungsi. Ketiga perspektif ini harus dilihat secara holistik dengan tetap memperhatikan perbedaan tugas manajerial masing-masing perspektif. Strategi dipilahkan dari sekedar efektivitas operasional yang terdiri dari serangkaian aktivitas. Di samping menentukan dan menyusun aktivitas yang perlu dilakukan untuk mencapai level terbaik, strategi juga berperan memperlihatkan bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut saling berhubungan.

*Strategi sebagai pola pengambilan keputusan yang saling mengikat. Di sini strategi dilihat sebagai pola pengambilan keputusan berdasarkan masa lampau yang mungkin ikut menentukan apa yang harus dilakukan di masa depan.

*Strategi sebagai penentu imbalan, baik ekonomis maupun non-ekonomis kepada stakeholders. Dimensi ini menunjukkan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan terbatas pada shareholders saja, tetapi juga kepada semua stakeholders, misalnya: karyawan, para manajer, pembeli, pemasok, dan sebagainya.

*Strategi sebagai pernyataan keinginan strategis. Dimensi ini menempatkan strategi sebagai perumus posisi strategis organisasi tentang besarnya tantangan dalam mencapai tujuan. Di sini strategi tidak berhenti hanya pada penyusunan program-program yang sudah atau sedang berjalan, tetapi terus terarah pada pemusatan daya kreativitas dan mendorong organisasi ke posisi yang semakin jaya.

*Strategi sebagai sarana untuk mengembangkan core compentencies organisasi. Dimensi ini mengalihkan fokus organisasi dari strategic business unit (SBU) ke level korporasi. Jika organisasi terfokus pada alokasi sumberdaya ke SBU semata, maka dalam jangka pendek mungkin akan menunjukkan kinerja baik. Tetapi pada suatu saat, organisasi akan melihat bahwa investasi untuk mengembangkan kompetensi inti tidak memadai sehingga kehilangan keunggulan untuk bersaing.

*Strategi sebagai upaya mengalokasikan sumberdaya untuk mengembangkan keunggulan daya saing yang bersinambung. Di sini kompetensi inti terkait erat dengan sumberdaya organisasi. Dan strategi dilihat sebagai model investasi berbasis sumberdaya untuk mengembangkan sumberdaya sebagai sarana mencapai keunggulan. Di sini mau ditekankan bahwa keunggulan daya saing tergantung pada pengembangan sumberdaya organisasi.

Henry Mintzberg melukiskan bahwa “We are the blind people, and strategy formation is our elephant”. Karena kekayaan dimensi dari suatu strategi, kita ibarat orang buta yang memegang salah satu bagian tubuh gajah dan menganggap bahwa bagian yang kita pegang adalah gajah. Padahal gajah terdiri dari tubuh, telinga, belalai, kaki, ekor, dan sebagainya. Keseluruhan bermakna utuh ketimbang bagian per bagian. Tetapi kita baru bisa menghargai keseluruhan bila kita paham bagian-bagian.

Bagaimana supaya pelbagai dimensi ini dapat dipadukan menjadi suatu sistem yang terstruktur dan holistik? Sintesa bukanlah sekadar menggabungkan pandangan berbeda. "...to function as strategic of course, mean not just to hold such opposing views, but to be able to synthesize them", kata Spencer. Kaplan & Norton menawarkan solusi melalui konsep Balanced Scorecard. Strategi sebagai konsep adalah blueprint masa depan berjangka panjang. Blueprint itu terdiri dari dua bagian utama, yakni tujuan jangka panjang dan cara untuk mencapai tujuan jangka panjang itu berdasarkan tujuan dan aktivitas dalam perspektif financial, perspektif customer, perspektif proses internal, dan perspektif learning and growth. Dengan perpaduan dua bagian utama ini, suatu strategi akan benar-benar menjadi konsep yang terstruktur dan holistik! Dengan Balanced Scorecard, strategi akan menjadi konsep pars pro toto (bagian-bagian untuk keseluruhan/terstruktur) sekaligus totem pro parte
(keseluruhan untuk bagian-bagian/holistik).

Lianto

No comments: