Pengantar
Ketika berbicara tentang strategi atau tujuan jangka panjang perusahaan, lebih umum orang mengaitkannya dengan visi dan misi organisasi. Perbedaan visi dan misi biasanya dijelaskan dengan perbedaan kata “Apa” (untuk visi) dan “Mengapa” (untuk misi). Visi adalah jawaban atas pertanyaan “Apa yang ingin kita capai?” Sedangkan Misi menjawab pertanyaan “Mengapa kita ada dalam bisnis ini?” Misi menjelaskan alasan keberadaan organisasi. Dua hal inilah yang lazimnya dikaitkan bila orang berbicara tentang tujuan organisasi.
Di samping common sense visi dan misi, James C. Collins dan Jerry I. Porras mengangkat gagasan spektakuler tentang pentingnya suatu tujuan yang disebutnya Big Hairy Audacious Goal (BHAG). Berbeda dari visi dan misi, BHAG (baca: bihej) belum banyak dikenal. Jika dipahami latar belakang pemikirannya, BHAG justru lebih sesuai untuk dijadikan tujuan jangka panjang perusahaan. Ide ini disampaikan oleh Collin dan Porras dalam karya bestseller internasional yang fenomenal: Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies. Buku ini menduduki Bestseller List di Business Week selama lebih dari delapan belas bulan.
Tidak sedikit orang bertanya-tanya: “Ngapain juga repot dengan rumusan tujuan?” Dan masih ada sekelompok orang yang menganggap rumusan strategi atau tujuan hanyalah formal statement yang selayaknya ada untuk menghiasi dinding kantor karena begitulah tradisi yang berlaku. Mereka berpikir bahwa lebih baik waktu diarahkan untuk memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk memajukan bisnis perusahaan. Dua pola pikir ini menjelaskan perbedaan antara jalan pikiran seorang saintis dan filsuf. Sains mencari sebab-sebab terdekat (causa proxima), sementara filsafat mencari sebab-sebab terdalam (causa ultima).
Tulisan kecil ini mau menegaskan betapa pentingnya awareness atas strategi dan tujuan organisasi yang jelas dan terpilah. Mungkin lebih merupakan resensi atas buku Built to Last, karena sebagian besar gagasan diambil dari sana; buku yang membuat saya terus manggut-manggut ketika membacanya. Berikut akan diuraikan selayang pandang hal-ikhwal visi, misi, dan BHAG. Dengan paparan ketiga hal, kiranya menjadi jelas apa yang dimaksudkan dengan tujuan jangka panjang suatu perusahaan (organisasi).
Visi (Vision)
Terminologi “visi” amat problematis karena tidak ada definisi yang disepakati bersama. Collin-Porras lama bergelut dengan istilah “visi”. Bagi mereka, tidak jelas apakah “visi” betul-betul ada. Jika ada, apakah visi itu sebetulnya? Darimana asalnya? Bagaimana organisasi dapat melakukan hal-hal yang visioner? Sejumlah kalangan menganggap visi sebagai bola Kristal yang menggambarkan pasar di masa depan. Yang lain melihatnya berada dalam kerangka teknologi atau visi produk (misalnya Macintosh). Sebagian yang lain (lagi) masih mengaitkan visi dengan nilai, maksud, misi, tujuan, dan citra dari suatu tempat kerja yang ideal. Terkecuali kita sengaja “memaksakan” pemahaman “visi..ya…visi (titik)”, penggalian makna visi sebetulnya lebih membingungkan daripada mendatangkan pencerahan.
Benar bahwa tidak sedikit pakar telah berbicara mengenai “visi”. Burt Nanus dalam bukunya Visionary Leadership, melihat “visi” terdiri dari sedikit pandangan ke depan, sedikit pemahaman mendalam, banyak imajinasi dan penentuan. “Visi” adalah sebuah cita-cita besar yang diyakini bersama. Pengertian “diyakini bersama” mendapat tekanan karena seberapa pun bagusnya suatu visi, tidak akan berarti sama sekali jika hanya terbenam dalam benak pemimpin saja, tanpa dikomunikasikan kepada anggota organisasi. Agaknya “visi” lebih merupakan suatu impian yang hendak dicapai di masa mendatang. Karena masih dalam bentuk impian, gambarannya masih kurang jelas, tapi punya suatu arah tempuh yang kelihatan. Mungkin problematika ini ikut menyebabkan orang kurang menaruh minat serius pada hal satu ini.
Misi (Mission)
Seperti telah dikatakan di atas, “misi” adalah alasan mengapa kita ada; the ground of being dari suatu organisasi. Berbeda dari “visi” yang merupakan impian tentang apa yang mau dicapai ke depan, “misi” mempertanyakan untuk apa suatu organisasi ber-ada; apa peranannya di dunia. Topik ini penting sekali. Dalam beberapa dekade terakhir ini tampak bahwa hal ini telah menyita banyak waktu dan dana banyak perusahaan untuk merancang berbagai visi, misi, nilai, aspirasi dan sebagainya. Telah menjadi trend bagi banyak perusahaan untuk secara formal merumuskan vision statement maupun mission statement-nya. Sayangnya, banyak perusahaan memiliki mission statement, tapi tidak mempunyai a sense of mission. Lagi-lagi pernyataan formal itu hanya tinggal propaganda. Mission yang didukung oleh a sense of mission akan menimbulkan sense tentang arah yang menjadi pedoman bagi perilaku karyawan.
Collin dan Porras melalui riset panjang dan mendalam menemukan bahwa ternyata bukan statement-statement formal (seberapapun bagusnya) yang menentukan suatu perusahaan menjadi perusahaan visioner. Dua pakar ini menegaskan bahwa keberhasilan banyak perusahaan besar di Amerika (beberapa di Jepang) tidaklah disebabkan oleh adanya suatu gagasan yang hebat, atau adanya pemimpin visioner yang karismatis, atau perencanaan strategi yang canggih dan kompleks, atau karena handal melawan kompetitor. Sukses mereka disebabkan oleh dua faktor, yaitu sesuatu yang mendorong kemajuan dan sesuatu yang mempertahankan nilai-nilai dasar (inti). Dua faktor ini berada dalam keseimbangan yang saling mengisi (konsep yin-yang Filsafat Cina). Gagasan ini menggiring kita kepada alternatif visi dan misi: Big Hairy Audacious Goal!
Big Hairy Audacious Goal (BHAG)
Sesuatu yang mendorong kemajuan dalam jangka panjang itu berasal dari tujuan yang disebut Collin-Porras sebagai Big Hairy Audacious Goal; suatu goal yang ambisius, besar, menakjubkan, dan menantang. Dalam bukunya, Collin-Porras menguraikan bahwa:
- BHAG harus jelas dan punya daya dorong untuk bertindak. Tia lebih merupakan suatu "tujuan" daripada "pernyataan"
- BHAG harus mengacu pada kondisi mendesak dan beresiko untuk mencapai suatu tujuan besar dan memberi keyakinan bahwa semua orang yang terlibat mampu mendorong perusahaan mencapai tujuan tersebut dengan usaha heroik dan barangkali sedikit keberuntungan (IBM, Boeing)
- BHAG harus merupakan tujuan yang menantang dan menakjubkan sehingga orang yakin bahwa tujuan perusahaan dapat mendorong kemajuan bersinambung (Citibank, Wal-Mart)
- BHAG harus diperbarui ketika ada gejala (sindrome) "kami sudah berhasil" (eg: Ford di 1920-an) sehingga kemajuan terjadi bersinambung dan tidak terhenti
- BHAG harus konsisten dengan ideologi inti perusahaan
CEO General Electric, Jack Welch dalam upaya merefleksikan tantangan yang dihadapi perusahaan menyatakan bahwa langkah pertama (sebelum langkah-langkah yang lain) adalah “mendefinisikan masa depan secara luas dan jelas. Anda membutuhkan pesan yang menarik perhatian, sesuatu yang besar, tetapi sederhana dan mudah dimengerti.” General Electric merumuskan pesan itu: “Menjadi nomor satu atau nomor dua di setiap pasar yang kami layani dan melakukan revolusi dari perusahaan kecil menjadi perusahaan besar dengan cepat dan tangkas.” Para karyawan GE betul-betul memahami dan mengingat tujuan spektakuler tersebut. Berbeda dari BHAG GE, visi Westinghouse (pesaing pecundang GE) sulit dimengerti dan diingat. “Kualitas Total. Kepemimpinan Pasar. Digerakkan oleh Teknologi Global. Fokus pada Pertumbuhan. Diversifikasi.” Masalahnya bukan bahwa GE punya tujuan yang benar, dan Westinghouse punya tujuan yang salah. Masalahnya adalah bahwa tujuan GE itu jelas, mendorong, dan lebih mendorong kemajuan.
Penutup
Contoh-contoh lain dari keberhasilan BHAG perusahaan-perusahaan visioner dapat disimak dalam tulisan berjudul: BHAG: Success Story. Lambang yin-yang tergambar dalam setiap lembaran pertama semua bab dalam buku Built to Last. Dengan itu Collin-Porras mau tegaskan dalam benak pembaca: “camkan, camkan, dan camkan untuk mendorong kemajuan (BHAG) dan pertahankan nilai-nilai inti (core values) dalam keseimbangan!” Jadi, di samping BHAG, hal penting lain adalah nilai-nilai inti perusahaan. Ini berarti bahwa BHAG yang dibuat tidak sekedar besar dan ambisius, tetapi harus sesuai dengan ideologi inti perusahaan. Tentang nilai-nilai inti akan dibahas dalam tulisan bertajuk: core values.
Louis V. Gestner Jr., CEO penyelemat IBM, dalam buku Who Says Elephants Can't Dance? mengatakan bahwa dalam dirinya (in se) dan dari dirinya (per se), formal statement (visi, misi, BHAG) tidak ada manfaatnya jika hendak digunakan untuk menunjukkan bagaimana mengubah tujuan yang diinginkan menjadi kenyataan. Bagaimana perusahaan dapat mewujudkan tujuan yang dicita-citakan? Saya tawarkan salah satu jalan: Balanced Scorecard!
2 comments:
Menarik dan dan inspiratif.
Ini perlu dibaca banyak orang. Artikel yang menarik
http://www.sponsoredreviews.com/?aid=64577
Post a Comment